“Reisa, aku ga bisa bohongin perasaanku, yang sebenarnya memendam rasa suka sama kamu. Reisa, kamu mau jadi pacar aku?”
“(senyum lebar nan manis). Iya Fariz, aku… aku mau jadi pacar kamu…”
Apa!
Apa Gue ga salah? Fariz bener-beneran suka sama Reisa, dan barusan
gue nyaksiin sendiri dia ngungkapin perasaannya… ini jahat!
JAHAAAAAATT!!
Siiuungg… PLAKK!!
Serangan sebuah spidol dari
sang dosen terfavorit yang terkenal dengan sebutan “Mr Hittler” dan
selalu membuat tegang seisi kelas pun kerap menyapa Gia dengan
senjatanya
“Aduu gaswat, Gue ketiduran di kelas lagi!!”
Ga
bisa dipungkiri, semua terasa membingungkan seakan ribuan semut gatal
menyerbu tanpa ampun. Gia bisa apa ngadepin si cewek rempong itu. Dulu
memang Essa pernah disukai oleh pacar Gia tepat sebelum mereka jadian,
tapi Essa nolak Fariz berkali-kali entah karena alasan apa. Mungkin
karena dia kurang ganteng, kurang bersih, kucel dan… yah Gia tau banget
itu.
Dalam benaknya ia menyelami sebuah fase dimana hubungannya
dengan Fariz mengalami goncangan kecil. Seperti ada upil jahat yang
sulit untuk dicongkel. Hatinya larut dalam rasa goyah disisi lain Gia amat
mencintai Fariz, takut kekasihnya itu menyukai cewek lain, siapa lagi
kalau bukan Essa. Baru-baru ini Fariz sering menanggap kiriman Echa di
Facebook. Betapa tidak Gia merasa jengkel.
Meskipun Gia tahu
cowoknya itu hanya seorang pria yang gak peduli dengan penampilangnya,
sangat bertolak belakang dengan dirinya. Tapi di sisi lain, Fariz
mempunyai pesona yang unik dimata warga kampus. Sifat ‘nyeleneh’ dan
gilanya yang menarik perhatian semua orang. Tak sedikit cewek yang
meliriknya.
“Mimpi tadi…di mimpi itu gue nyaksiin dengan mata
kepala gue sendiri kalo cowok gue si Fariz tu nembak Essa.” gumamnya berbisik pada dirinya sendiri.
“Hahaha.. lucu…” sambung Jois. “Semuanya tergantung sama Elu Gi, bukan sama mimpi!”
“Huuh. Selalu saja! nyebelin. Gue kesel, pengen makan ayam bakar. sepuasnya!. girls buruan cabut!…” Ucapnya garang.
“Eh Gi, itu liat, Essa…” Lontar Mel dengan olah kaget.
Di
depan kelas ruang Z.3 nampak seorang cewek tinggi semampai sedang
bercakap ria dengan teman-temannya. Dipandangi Gia dengan penuh teliti,
matanya hanya memandangi satu objek saja, tak kedip dan menyorot dengan
perasaan risau. Pantas saja, sepatunya Essa terlihat sama persis dengan yang
Gia kenakan sebelunya. Ketika cewek itu menoreh ke arah Gia dengan
tatapan sinis dibalik kaca mata capungnya, seketika itu pula Gia
menghindar dari pandangan Reisa, cewek yang pernah di sukai Fariz,
kekasih Gia. Dengan langkah cepat Gia melewati beberapa kelas dan
terdengar suara ankle boots-nya yang nyaring menapaki tiap-tiap tangga
menuju keluar gedung Z.
Mayoritas
warga Fakultas tahu bahwa Gia adalah gadis yang cukup unik dalam style. Tak sedikit cewek yang seolah mengikutinya dalam
berpakaian ataupun jilbab, meskipun yang Gia kenakan bukan barang baru,
mahal ataupun bagus. Tapi seorang Gia selalu do things differently, itu yang menjadi ciri khas baginya.
Gia teringat dengan ucapan Epul ‘miss fashionable’. Itulah dia.
“Hey!Udah lah Gi jangan dipikirin”
“Hahh Indiraaa. Dia niru hampir 100% apa yang gue pake. Maksudnya apa coba?”
“Iya dira tau kok Gi. Dia kaya gitu tu karna…”
“Karena
dia ga mau kalah dan pengen ngerebut perhatian Fariz dari Lo! Tampang
sih boleh Lo menang, tapi mungkin dia ga punya sifat yang orang ga suka
dari Lo.. ” Jois menyela sigap.
“En’ dia sekarang udah jawab
tantangan kamu soal ‘jadi model jilbab' Meski cuma sekali pemotretan.
Berarti... dia emang pengen nyaingin kamu Gii.” Tambah Indira
memperpanjang.
“Ou Ou. Berarti dia kaya kebakaran jenggot waktu itu panas tau gue pajang status nantang gituan."
"Tapi sekarang Elu yang kebakaran jenggot...!" Jois meneruskan ocehannya
"Lu berisik tau!!” Gia mulai memasang ekspresi macannya.
“Hmm…
Selalu saja.” Gia melongo menatap sebuah cermin yang terpampang di
dinding kamar kost-an Jois. Menganggap seolah dirinya selalu
dibanding-bandingkan.
“Tapi gue yakin meskipun Fariz ada dikiiit
rasa suka sama tu cewek, dia ga bakalan suka sama plagiator Gi, percaya
deh sama gue.” Tegas Jois.
Sebatang coklat mungkin ga
bisa mengatasi carut-marut pikirannya kali ini. Ga bisa di biarkan
kondisi seperti ini bisa membuat Gia terus merasa terganggu. Reisa mulai
sengaja ingin menyaingi Gia. Tentu saja menurut Gia adalah suatu
kecaman yang membuat kondisi menjadi semakin sensasional. Mana boleh
penampilannya meniru Gia, apa maksud dari yang dia lakukan sekarang?
Bukankah dia ga suka dengan Fariz maka dari itu dulu ia menolak
berpacaran dengan Fariz yang kini dengan mudah diambil alih oleh Gia.
Dulu
Winda yang disebut-sebut punya kesamaan dalam style gue, bahkan gue suka minjemin assesoris. Putri
mantan seminggunya Fariz, Meskipun dia ada sedikit kesamaan asesoris yang kita pake tapi ada
aja orang yang suka bandingin karena dulu kita sering nongkrong pulang kampus. Dian, cewek
kampus yang pertama kali di tembak Fariz yang ngikutin cara berjilbab dan
sepatu gue, tapi kita teman baik dan suka sharing soal berjilbab. Lalu
mantannya Fariz yang namanya Chika, sepatu boots kita sama tapi dia
bersikap baik sama gue. Ada satu lagi mantan dia yang punya panggilan
sama kaya gue.. tapi tak masalah dengan semua itu. sama sekali engga.
Sekarang
cewek satu ini, dari mulai jilbab, sepatu, asesoris, foto-foto di
Facebook yang mulai pamer gaya jilbab dia, ngikut jol-shop ini-itu lah,
bahkan sekarang ngikut-ngikut pake sepatu ankle boots.
Di Facebook aja bikin status “Orang lain bersandiwara, Gue apa adanya!”
Jaah apa adanya Elu mah ngikutin orang. Freak. dasar Plagiator!! Apa Gue mesti datang ke hadapan dia, lalu bilang “Berhenti mengikutiku!” itu konyol, mana bisa begitu. Gue masih waras.
“Eh sms dari si dodol: ’Sayang lagi dimana? Udah selesai kuliahnya? Aku tunggu di tangga ya sayang’.. ”
Gia langsung menemui Fariz untuk pulang bersama. Berharap tidak ada wajah masam dan kata-kata mengecewakan.
“Jois, Gue cabut ya.. mie-nya tar gue bayar deh, bye..” Teriaknya berlari keluar kamar jois.
***
Kali ini susana memang agak dingin. Gia tak bisa mengawali percakapan dengan Fariz jika tidak Fariz yang memulainya.
“Sayang kamu kenapa sih? Maraaah mulu bawaannya.” Fariz mulai membuka dengan canggung.
“Ga
Tanya sama diri kamu sendiri? Mana bisa aku ga apa-apa kalau kamu
gatel sama Essa di Facebook. Like-like-an lagi. Kamu mulai suka lagi
sama dia?”
“Soal itu? Udah, terus apa lagi? Cuma nge-like doank ko ga lebih. Itu pun aku ngelike status dia tentang mata kuliah.”
“Yaa
itu kan tandanya kamu masih ada rasa sama dia, makin GR ntar dia.
Kamu ga liat apa, dia tu sekarang makin menggila ngikutin semua yang aku
pake! Jilbab, sepatu, bros, boots, foto-foto Facebook, aah semuanya
deh. Maksudnya apa coba kalau bukan buat narik perhatian anak2 kampus terutama sama kamu terus
bikin kita putus!”.
“Aku tau soal itu. Iya memang akhir-akhir ini
dia terlihat pengen sama kaya kamu. Tapi jujur aku sama sekali ga
tertarik sama dia dengan seperti itu, justru aku bangga sama kamu yang
bisa bikin orang lain iri dengan apa yang kamu pake. Aku perhatiin
orang-orang yang ngikutin gaya kamu, dari mulai Winda, Dian, Cika,
bahkan temen-temen aku aja bilang kalo cewek Aku tuh bener-bener beda.
Dan aku bangga.”
“Terus, soal si Essa?”
“Aku ga suka sama dia,
bukan berarti juga aku benci. Aku ga suka karena dia ga jadi dirinya
sendiri, aku ga suka cewek yang selalu ngikutin prinsip orang lain. Aku
Cuma cinta dan sayang sama kamu... makanya jadi diri sendiri yang apa
adanya.”
Ya, Gue sadar selama ini Gue selalu
menganggap semua orang yang punya kesamaan sama Gue sebagai saingan. Ga
seharusnya Gue kayak gitu. konyol juga padahal harusnya gue lebih 'down to erarth' ga peduli bakal bikin gue kalah atau menang dalam style
karena ini bukan ajang kontes fashion show. Gue juga bukan anak orang kaya. Orang nganggap Gue selalu
punya sesuatu yang baru pun gue seharusnya bersyukur. Gue ngerti apa
yang dimaksud Fariz.
“Maafin aku sayang, aku terlalu nyimpulin apa yang aku pikirin soal…”
“Essa?
Itu dulu sayang. Sekarang hanya ada kamu aja. Yang bisa melalukan
apapun dengan lebih baik dan ngasih yang terbaik.”
Melakukan
apapun dengan lebih baik? Maksudnya harus positif thinking sebelum
menyimpulkan pikiran Gue. Ngasih yang terbaik berarti harus berpikir
sebelum bertindak, ngelakuin hal yang ga merugikan orang. Apa itu?
Obrolan
mereka pun tak berlangsung lama, seketika itu pula masalah cepat
selesai. Tentu saja Fariz mendaratkan kecupan manis di kening Gia untuk
meredakan emosi Gia, sekejap berubah tersenyum senang.
***
Esok hari…
Suasana Kampus.
“Cie.. cie… yang baru baikan…” sindir Indira.
“Nempel banget nih kaya nyang pake lem aibon” sambung Mey.
“Gue bilang juga apa, cowok itu pengen yang simple Gi.” Tambah jois yang tiba-tiba membisik dari belakang telinga Gia.
“Asseek,
the best couple in our campus. Makin lengket aja kayaknya. Kenapa kaga
dari kemaren-lemaren aja kayak gini?” Sambut salah seorang teman Fariz
yang lagi pada nongkrong di dekat tangga toilet.
“Gia juga lebih
fresh dari sebelumnya nih, dandanannya lucu, gue suka gaya Lo.” Ucap
teman Fariz yang dijuluki ‘Bunda’ oleh teman yang lain.
“Gia ya tetep Gia, Miss Fashionable...” Lontar ulang Epul yang pernah diucapkan dulu.
“Kita cuma pengen cari sensasi aja soal kemaren, iya kan Dodol?” Dalih Gia dengan canda.
“Iya Pleu, kita kan artis yah?Bener gak gaiss haha” Tambah Fariz meyakinkan
Disela obrolan canda mereka, tanpa
sadar ada seorang cewek yang memperhatikan Gia dan Fariz dibalik pintu
kelas samping tangga, siapa lagi kalau bukan Essa. Sepertinya telah lama
ia menguping gurauan mereka dan teman-temannya. Ketika Gia menoreh ke
arah Essa, diikuti oleh semua temannya dan juga Fariz, dengan sigap Essa
seolah salah tingkah lalu memalingkan muka dari hadapan mereka yang
menatap dengan penuh cerca. Pantas saja, lagi-lagi gaya jilbabnya sama dengan
yang Gia kenakan hari ini blowing out cut dan memakai
bros bunga dari kain flanel, juga ankle boots nya seketika seolah mendadak jadul
karena Gia dulu sempat memakai boots seprti yang Essa pakai. Sepertinya Essa merasakan kekacauan itu. hmm, well... bukan lagi urusan gue :) Finally Fariz dan Gia masih menjadi pasangan konyol yang sensasional.
Plagiator
selamanya akan dipandang ‘second’. The winners do not different thing, but do things difeferently. Jangan mengkhawatirkan orang lain
akan mengalahkan kita. Tapi so much go on! Jadilah kita apa adanya…
---Selesai---
Bandung 27 juni 2012













